Salam Kuper....
Pada
kesempatan ini saya akan mencoba berbagi dengan rekan-rekan sekalian mengenai salah
satu permasalahan yang mungkin kita anggap biasa dan umum pada kehidupan
sehari-hari akan tetapi mungkin luput dari pengamatan kita semua. Apabila kita
menyimak adegan sinetron “ Dunia Persilatan” yang disiarkan oleh televisi
pemerintah maupun swasta dalam negeri yang katanya rakyatnya memegang teguh
prinsip-prinsip dan adat istiadat Timur yang sopan santun, tepo saliro, ramah
tamah, murah senyum dll (meskipun sampai sekarang saya sudah mulai ragu apakah
adat ketimuran masih ada di dalam kehidupan kita karena tiap hari kita hanya
dijejali dengan tayangan-tayangan sarkasme, premanisme & sukuisme
berlebihan yang disertai dengan berbagai unsur intrik kepentingan), kita dapat
menyaksikan sederet lakon sandiwara dunia mulai dari kasus Bank Centuri, Gayus
Tambunan/Nazaruddin, sampai Kasus Hambalang.
Ironis
memang, negeri gemah ripah loh jinawi yang kaya akan hasil tambang dan sumbar
daya alamnya kini terseok-seok karena ulah cecunguk-cecunguk gila pangkat dan
harta dunia, itupun masih belum seberapa karena aset milik negara pelan tapi
pasti sudah mulai dikuasai pihak asing. Jadi yang kita banggakan selama ini
hanyalah omong kosong semata, karena
bukan anak bangsa yang menuai hasilnya. Sehingga betul apabila ada pepatah
mengatakan bahwa kita sekarang “ Ibarat seekor itik berenang di air mati kehausan
”.
Terlepas
dari hal tersebut diatas, saya ajak saudara sekalian melongok ke suatu bangunan
milik salah satu institusi pemerintah yang khusus menangani
manusia-manusia “Kardus” bermasalah di
negeri ini. Namun sebelumnya, apabila anda orang yang pernah mengikuti suatu
persidangan atau pemerhati aktif terhadap perkembangan situasi yang terjadi di
masyarakat pasti anda pernah mencermati pakaian orang-orang yang sedang duduk
dikursi pesakitan baik laki-laki maupun perempuannya. Apakah menurut anda ada
yang aneh dengan pakaian mereka? Sebagai salah satu contoh yang akan kasus yang
sedang “Hot” dan ter- up to date saat
ini adalah persidangan si “Eksekutor Kecelakaan
Tugu Tani” yang sekarang sedang ramai disiarkan di televisi. Apakah anda mencermati
pakaian terdakwa perempuan berperawakan “Agak”
Kutilang (Kurus Tinggi Langsing) tersebut sebelum tersandung kasus hukum
dengan setelah berurusan dengan pihak berwajib khususnya pada saat sidang?
Karena pengamatan saya terdakwa pada saat belum tersandung masalah dengan
setelah tersandung masalah (khususnya pada saat sidang) memakai pakaian yang berbeda
yaitu ada tambahan kerudung. Sebenarnya bukan hanya kasus ini saja, ada juga
kasus lain misalnya Malinda Dee dan lain-lainnya.
Pada saat
seseorang tersandung kasus hukum khususnya pada saat sidang terdakwa wanita
cenderung lebih menyukai untuk memakai kerudung/jilbab sedangkan yang laki-laki
memakai peci. Saya tidak habis pikir hal ini memang sudah menjadi ketentuan
dari pihak Pengadilan ataukah suatu trend setter / mode tertentu yang mengacu
kepada hukum tidak tertulis yang terjadi di kehidupan masyarakat saat ini
apabila terdakwa saat sidang memakai kerudung/peci ataukah ada sebab lain. Saya
pribadi sempat berpikir si terdakwa memakai kerudung dan peci ini mungkin dengan
berbagai sebab/alasan, antara lain karena :
a. Ketentuan
dari Pengadilan.
Apabila
memang sudah menjadi ketentuan dari pihak dari Pengadilan siapapun yang
berurusan dengan hukum memang mau tidak
mau harus mentaati peraturan yang sudah ditetapkan yaitu memakai peci bagi
laki-laki dan memakai kerudung bagi perempuan. Jadi bisa saya maklumi apabila
mereka memakai kerudung/peci, akan tetapi kalau memang mereka mau mentaati
aturan kenapa mereka mau mentaati aturan ketika sudah masuk ranah hukum dan
berurusan dengan pihak berwajib? Kenapa mereka tidak taat kepada aturan disaat
mereka diluar dan tidak duduk di kursi pesakitan? Apakah mereka mentaati aturan
pengadilan tersebut bertujuan agar dibilang sebagai masyarakat yang taat aturan
atau ingin agar hukumannya dikurangi karena bersikap kooperatif dengan mentaati
aturan selama di persidangan? Kalaupun memang seperti itu berarti mereka
termasuk golongan orang-orang yang licik karena pandai memanfaatkan situasi
untuk kepentingan mereka sendiri, seperti pepatah : “ Memancing di air keruh”,
“ Serigala berbulu domba”, “Musuh dalam selimut”, “Duri dalam daging”, “
Menggunting dalam lipatan”, dan entah pepatah apalagi yang cocok dengan mereka
hahaha.....
Tetapi apakah
itu tidak terlambat untuk membuktikan bahwa mereka taat aturan? Dan sekali lagi
mungkin mereka berpegang teguh terhadap suatu pepatah yang mengatakan bahwa : “
Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali “, sehingga mereka melakukan
hal itu? Namun terlepas dari perilaku mereka ingin dibilang taat aturan atau
ingin mengurangi masa hukuman tetapi yang jelas tidak akan bisa menghilangkan dan
menghentikan stigma masyarakat yang sudah terlanjur memvonis bahwa mereka
adalah orang-orang yang bersalah dan berkelakuan buruk. Dan saya rasa ini lebih
menyakitkan daripada dipenjara seumur hidup karena di dalam masyarakat ada
hukum tidak tertulis yang dapat mengucilkan seseorang apabila orang itu telah
melakukan perbuatan yang kurang pantas di depan umum.
b. Ingin
menjadikan agama sebagai penutup aib
Jikalau
mereka yang bermasalah ini hanya ingin menjadikan agama sebagai sarana
pelindung untuk penutup aib dengan memakai peci atau kerudung sementara
kelakuan dan cara berpakaian mereka bertolak belakang dengan cara berpakaian
sebelum menjadi terdakwa maka hal ini sungguh memalukan. Apakah mereka tidak
menyadari bahwa dengan mengubah cara berpakaian mereka sebelum tersangkut
masalah yang tidak memakai kerudung/peci dengan memakai kerudung/peci setelah
tersangkut masalah dapat membuat cara pandang masyarakat menjadi negatif
terhadap agama tertentu yaitu Islam? Sementara masyarakat mengetahui umat
beragama yang memakai peci atau kerudung hanya umat Islam. Apakah mereka tidak
berpikir bahwa akibat ulah mereka itu masyarakat dapat beranggapan bahwa agama
Islam adalah agama yang dianut oleh orang-orang yang suka korupsi, asusila, menipu, membunuh, dan tindakan
kriminal lainnya? Cara pandang masyarakat ini dapat menjadi kemungkinan karena setiap
kita melihat televisi yang menayangkan persidangan orang yang duduk menjadi
terdakwa dapat dipastikan memakai kerudung dan peci.
Jadi saran
saya kepada saudara-saudari “ Kutu
Kupret” yang demen dan punya keinginan/rencana untuk melakukan perbuatan korupsi,
menipu, narkoba dll (khususnya yang beragama Islam) kalau memang anda bejat ya
silakan anda bejat saja, jangan kaitkan dengan agama tertentu. Meskipun anda
itu istilahnya “ STMJ “ (Sholat Terus
Maksiat Jalan) saya harapkan jangan menimbulkan ekses negatif. Apabila anda
diadili kelak jangan menggunakan atau memakai pakaian/atribut agama anda yang
bisa memperburuk agama anda, karena
citra agama Islam sekarang sedang terpuruk,jangan bebani lagi dengan
kelakuan anda yang buruk itu mas/mbak bro....
c. Diwajibkan
memakai pakaian nasional
Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa pakaian nasional kita adalah memakai jas dan berpeci
bagi laki-laki dan berkebaya bagi perempuan. Bila dalam pengadilan memang
diharuskan memakai pakaian nasional kenapa setengah-setengah? Yang laki-laki
hanya memakai peci dan yang perempuan tidak memakai kebaya sementara bawahannya
dipadukan dengan hanya memakai pakaian ala kadarnya? Apabila memang diwajibkan
memakai pakaian nasional apakah pemakaian terdakwa seperti diatas tidak
menyalahi aturan? Apakah mereka tidak berpikir kelakuan mereka malah menambah
citra buruk masyarakat kepada mereka karena mereka tidak taat aturan? Plis dueh....
Demikian
buah pemikiran saya, saya menyadari tak ada gading yang tak retak. Apa yang
menjadi pendapat saya kemungkinan tidak sama dengan apa yang menjadi buah
pemikiran anda sekalian. Tuhan menjadikan umatnya dengan perbedaan bukan untuk
diperdebatkan akan tetapi untuk dijadikan penyokong dalam persatuan.Apabila ada
kesalahan mohon dimaafkan dan apabila rekan-rekan sekalian ingin “Uji Nyali” untuk memberikan saran
dipersilakan....
Loping Yuyu Kangkang Olwes Yowes .......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar