Pendahuluan
Kata wawasan
berasal dari kata "Wawas" ( bahasa Jawa ) yang berarti melihat atau
memandang. Jika ditambah dengan akhiran -an maka secara harfiah berarti cara
penglihatan, cara tinjau, cara pandang. Nusantara adalah sebuah kata majemuk
yang diambil dari bahasa Jawa Kuno yaitu nusa yang berarti pulau, dan antara
artinya lain.Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham
kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya.Beberapa teori paham kekuasaan dan
teori geopolitik. Perumusan wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan
pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan
dipertanggung jawabkan.
Wawasan
kebangsaan ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam mengekspresikan
diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungan nusantara itu.
Unsur-unsur dasar wawasan kebangsaan itu ialah: wadah (organisasi), isi, dan
tata laku. Dari wadah dan isi wawasan itu, tampak adanya bidang-bidang usaha
untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
- Satu kesatuan bangsa
- Satu kesatuan budaya
- Satu kesatuan wilayah
- Satu kesatuan ekonomi
- Satu kesatuan hankam
Wawasan
kebersamaan pada hakekatnya adalah hasrat yang sangat kuat untuk kebersamaan dalam mengatasi segala perbedaan dan
diskriminasi. Wawasan kebangsaan kita dimulai sejak timbulnya kesadaran
kebangsaan yaitu sejak berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908.Gerakan
kebangsaan Boedi Oetomo tersebut kemudian dengan cepat berkembang dan meluas
sehingga menghasilkan sumpah pemuda pada tahun 1982 dan akhirnya sampailah pada
puncaknya dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan, bangsa Indonesia banyak mengalami aksi-aksi
pemberontakandan juga aksi-aksi kekerasan dan brutal, sehingga
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Adanya
aksi-aksi tersebut menunjukkan betapa pentingnya bangsa Indonesia memelihara semangat, meningkatkan
kesadaran dan pengertian tentang Wawasan Kebangsaan.
Pembahasan
Kita ketahui bersama bahwasanya naskah kesepahaman (MoU) Perdamaian antara pemerintah RI dengan
Gerakan Separatis Aceh (GAM) di Helsinki, Finlandia ditanda tangani pada
tangggal 15 Agustus 2005. Sebelum terjadinya penandatanganan nota/naskah kesepahaman
tersebut diseluruh wilayah Aceh berkecamuk perang antara pihak RI dengan
pemberontak GAM. Konflik Aceh yang berkepanjangan telah menghancurkan seluruh
sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh, termasuk segi pendidikan bagi generasi
penerus. Puluhan ribu manusia menjadi korban kekerasan, hancurnya dunia
pendidikan, hilangnya kesempatan kerja, aktivitas ekonomi rakyat tidak berjalan
dan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Konflik juga telah menimbulkan
trauma, beban psikis dan luka sosial yang cukup dalam bagi masyarakat Aceh.
Aksi penumpasan gerakan separatis di Aceh telah banyak
melibatkan penggunaan sumber daya nasional, serta menimbulkan korban jiwa dan
harta benda yang tidak kecil. Pemerintah RI terus mengupayakan penyeleseian
konflik di Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui
perundingan-perundingan dengan pihak GAM. Tidaklah mudah mengupayakan
penyeleseian konflik di Propinsi Aceh, mengingat pengalaman masa lalu yang
telah ditunjukkan oleh pihak GAM dalam kesepakatan maupun komitmennya.
Dampak konflik ini tentu membawa kerugian besar bagi
kehidupan anak-anak bangsa Indonesia. Oleh Karena itu, upaya penyeleseian
konflik Aceh telah mulai dirintis sejak Presiden B.J. Habibie, Presiden
Abdurrahman Wakhid, Presiden Megawati dan dilanjutkan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Lunturnya wawasan kebangsaan di Aceh terutama pada
generasi muda diyakini akan mendorong terjadinya perpecahan internal di
masyarakat. Hal itulah yang dikhawatirkan bisa mengakibatkan lemahnya ketahanan
nasional dalam menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan
yang datang dari dalam maupun luar negeri. Banyak hal yang menyebabkan
lunturnya sikap patriotik itu seperti diantaranya adalah faktor ekonomi. Selain
itu patriotisme yang masih identik dengan pemerintahan juga membuat tingkat
kepercayaan masyarakat pada penumbuhan sikap patriotik akan semakin menurun.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Keadaan
tanahnya yang subur dan terletak di antara dua benua dan dua samudra besar membuat
posisi geografis Indonesia yang sangat strategis menyebabkan banyak
bangsa-bangsa lain di dunia sejak dulu ingin menguasai bumi nusantara ini.
Kondisi geografis yang yang sangat menguntungkan itu diperindah oleh keaneka
ragaman suku, etnis, agama, bahasa, dan adat istiadat namun sangat rentan
terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Olek karena itu dalam
pengelolaan sebuah “negara bangsa” diperlukan suatu cara pandang atau wawasan
yang berorientasi nasional (Wawasan Nasional) dan merupakan suatu kesepakatan
bangsa Indonesia yang dikenal dengan istilah
“Wawasan Nusantara”.
Cara pandang yang berwawasan nusantara itulah belakangan
ini kondisinya sangat memprihatinkan, bahkan bisa dikatakan sudah luntur dan
hampir berada di titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Bahkan lebih
memprihatinkan lagi ada sekelompok anak bangsa ini yang rela dan dengan rasa
tidak bersalah menjual negara ini kepada bangsa lain hanya untuk mendapatkan
popularitas, kedudukan ataupun materi. Mencermati perilaku seperti itu, maka
dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang selama ini terpatri
kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan pengejawantahan dari rasa
cinta tanah air, bela negara dan semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar bahkan hampir sirna.
Nilai-nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling
menghargai dan saling menghormati perbedaan serta kerelaan berkorban untuk
kepentingan bangsa yang dulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang
dikenal dengan semangat kebangsaannya sangat kental terasa makin menipis.
Selain itu berkembang pula sebuah kesadaran etnis yang sempit berupa tuntutan
merdeka dari sekelompok masyarakat di beberapa daerah seperti Aceh, Ambon, dan
Papua. Bangsa Indonesia yang dibangun oleh para pendahulu kita lebih dari enam
puluh enam tahun yang lalu, dilandasi atas rasa persatuan dan kesatuan yang
tinggi untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu masyarakat adil dan makmur.
Rasa kebersamaan tersebut tidak dibangun atas dasar asal usul, suku bangsa, agama,
geografi, melainkan rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa yang
terjajah ketika itu.
Melihat perkembangan wawasan kebangsaan yang dimiliki
anak-anak bangsa seperti itu, apabila dibiarkan maka dapat dipastikan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini akan terpecah-pecah,
dan pada gilirannya akan memudahkan kekuatan asing masuk ke wilayah kita
seperti terjadi pada jaman penjajahan Belanda dahulu. Ketika itu bangsa Indonesia ditindas,
diperas, dan dibelenggu kebebasan hak-haknya oleh Belanda.Dengan semangat
persatuan Indonesia bangsa ini kemudian bangkit bersatu padumengusir penjajah.
Apabila
hal ini kita biarkan terus menerus maka kemungkinan konflik berkepanjangan akan
kembali timbul kembali karena mereka hanya mengedepankan sukuisme semata tanpa
mengenal wawasan kebangsaaan yang sesungguhnya sangat diperlukan bagi generasi
muda di Aceh saat ini. Sebagai contoh sedemikian parahnya wawasan kebangsaan
remaja di Aceh apabila mereka ditanya Pahlawan Nasional maka tahunya mereka
hanya pahlawan lokal Aceh saja seperti Cik Di Tiro,Teuku Umar,Cut Nyak Dhien,
dll dan apabila mereka disuruh menyanyikan lagu Indonesia Raya maka mereka akan
menjawab tidak hafal atau tidak tahu tentang lagu tersebut. Dan yang lebih
parah lagi ada remaja yang ditanya tentang Negara Indonesia itu dimana mereka
tidak mengetahui, bahkan ada yang menjawab Negara Indonesia itu dari Medan
(Sumatera Utara) ke arah Timur. Mereka menganggap Aceh adalah Aceh dan
Indonesia adalah Indonesia,Aceh bukan bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kesimpulan
Di Propinsi Aceh sekarang ini kita
dapat melihat semangat nasionalisme sebagai bangsa Indonesia semakin lama
semakin luntur. Hal itu layak untuk menjadi renungan bagi kita semua. Sebagai
bangsa Indonesia, kita berkewajiban membangkitkan kembali rasa nasionalisme.
Karena nasionalisme memiliki arti penting dalam melindungi aset bangsa yang tak
ternilai harganya. Bukan menyalahkan reformasi namun harus kita akui bahwa
sejak saat itu, bangsa Indonesia hingga kini justru malah menjadi bangsa yang
semakin tertinggal dari negara-negara tetangga karena jiwa nasionalisme yang
semakin memudar. Fenomena seperti belakangan ini seharusnya menjadi tantangan
bagi kita bangsa Indonesia untuk lebih giat lagi untuk berprestasi agar dapat
bersaing dengan negara-negara lain.
Memudarnya semangat
nasionalisme disebabkan oleh berbagai gejolak sosial, seperti melambungnya
harga-harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan, meningkatnya angka
pengangguran, kemiskinan, bencana alam, dan konflik-konflik yang merebak
diberbagai daerah di tanah air. Demokratisasi yang berlebihan dengan maraknya
unjuk rasa yang melewati batas etika dan sopan santun dapat menimbulkan
frustasi dikalangan masyarakat dan hilangnya optimisme, sehingga yang ada hanya
sifat malas, egois dan, emosional.
Dihadapkan pada
situasi seperti ini, menjadi tanggung jawab kita sebagai bangsa Indonesia untuk
menggugah semangat untuk bangkit dan mengembalikan rasa percaya diri bangsa.Janganlah
merasa menjadi bangsa yang besar kalau kita tidak dapat mengatasi persoalan
bangsa ini. Mari kita bangkitkan kembali semangat nasionalisme untuk membangun
kembali negeri ini.
Sebagai wujud dari
wawasan kebangsaan pada era sekarang
ini dapat kita aplikasikan dalam bentuk pengorbanan kesadaran untuk
mengedepankan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, golongan, dan
daerah, kesediaan dalam berjuang untuk mewujudkan cita-cita bersama, kekeluargaan
dan kesediaan untuk menjalani hubungan harmonis antar kelompok masyarakat,
bangsa dan antar bangsa yang saling membutuhkan tanpa harus mengorbankan
ekstern kultural ataupun kepentingan Nasional .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar