Selasa, 17 Juli 2012

LUNTURNYA WAWASAN KEBANGSAAN REMAJA DI ACEH





Pendahuluan

Kata wawasan berasal dari kata "Wawas" ( bahasa Jawa ) yang berarti melihat atau memandang. Jika ditambah dengan akhiran -an maka secara harfiah berarti cara penglihatan, cara tinjau, cara pandang. Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuno yaitu nusa yang berarti pulau, dan antara artinya lain.Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya.Beberapa teori paham kekuasaan dan teori geopolitik. Perumusan wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggung jawabkan.
Wawasan kebangsaan ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungan nusantara itu. Unsur-unsur dasar wawasan kebangsaan itu ialah: wadah (organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wawasan itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
-       Satu kesatuan bangsa
-       Satu kesatuan budaya
-       Satu kesatuan wilayah
-       Satu kesatuan ekonomi
-       Satu kesatuan hankam
Wawasan kebersamaan pada hakekatnya adalah hasrat yang sangat kuat untuk kebersamaan dalam mengatasi segala perbedaan dan diskriminasi. Wawasan kebangsaan kita dimulai sejak timbulnya kesadaran kebangsaan yaitu sejak berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908.Gerakan kebangsaan Boedi Oetomo tersebut kemudian dengan cepat berkembang dan meluas sehingga menghasilkan sumpah pemuda pada tahun 1982 dan akhirnya sampailah pada puncaknya dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia banyak mengalami aksi-aksi pemberontakandan juga aksi-aksi kekerasan dan brutal, sehingga membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Adanya aksi-aksi tersebut menunjukkan betapa pentingnya bangsa Indonesia memelihara semangat, meningkatkan kesadaran dan pengertian tentang Wawasan Kebangsaan.


Pembahasan
Kita ketahui bersama bahwasanya naskah kesepahaman  (MoU) Perdamaian antara pemerintah RI dengan Gerakan Separatis Aceh (GAM) di Helsinki, Finlandia ditanda tangani pada tangggal 15 Agustus 2005. Sebelum terjadinya penandatanganan nota/naskah kesepahaman tersebut diseluruh wilayah Aceh berkecamuk perang antara pihak RI dengan pemberontak GAM. Konflik Aceh yang berkepanjangan telah menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh, termasuk segi pendidikan bagi generasi penerus. Puluhan ribu manusia menjadi korban kekerasan, hancurnya dunia pendidikan, hilangnya kesempatan kerja, aktivitas ekonomi rakyat tidak berjalan dan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Konflik juga telah menimbulkan trauma, beban psikis dan luka sosial yang cukup dalam bagi masyarakat Aceh.
Aksi penumpasan gerakan separatis di Aceh telah banyak melibatkan penggunaan sumber daya nasional, serta menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang tidak kecil. Pemerintah RI terus mengupayakan penyeleseian konflik di Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui perundingan-perundingan dengan pihak GAM. Tidaklah mudah mengupayakan penyeleseian konflik di Propinsi Aceh, mengingat pengalaman masa lalu yang telah ditunjukkan oleh pihak GAM dalam kesepakatan maupun komitmennya.
Dampak konflik ini tentu membawa kerugian besar bagi kehidupan anak-anak bangsa Indonesia. Oleh Karena itu, upaya penyeleseian konflik Aceh telah mulai dirintis sejak Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wakhid, Presiden Megawati dan dilanjutkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Lunturnya wawasan kebangsaan di Aceh terutama pada generasi muda diyakini akan mendorong terjadinya perpecahan internal di masyarakat. Hal itulah yang dikhawatirkan bisa mengakibatkan lemahnya ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang datang dari dalam maupun luar negeri. Banyak hal yang menyebabkan lunturnya sikap patriotik itu seperti diantaranya adalah faktor ekonomi. Selain itu patriotisme yang masih identik dengan pemerintahan juga membuat tingkat kepercayaan masyarakat pada penumbuhan sikap patriotik akan semakin menurun.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Keadaan tanahnya yang subur dan terletak di antara dua benua dan dua samudra besar membuat posisi geografis Indonesia yang sangat strategis menyebabkan banyak bangsa-bangsa lain di dunia sejak dulu ingin menguasai bumi nusantara ini. Kondisi geografis yang yang sangat menguntungkan itu diperindah oleh keaneka ragaman suku, etnis, agama, bahasa, dan adat istiadat namun sangat rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Olek karena itu dalam pengelolaan sebuah “negara bangsa” diperlukan suatu cara pandang atau wawasan yang berorientasi nasional (Wawasan Nasional) dan merupakan suatu kesepakatan bangsa Indonesia yang dikenal dengan istilah  “Wawasan Nusantara”.
Cara pandang yang berwawasan nusantara itulah belakangan ini kondisinya sangat memprihatinkan, bahkan bisa dikatakan sudah luntur dan hampir berada di titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Bahkan lebih memprihatinkan lagi ada sekelompok anak bangsa ini yang rela dan dengan rasa tidak bersalah menjual negara ini kepada bangsa lain hanya untuk mendapatkan popularitas, kedudukan ataupun materi. Mencermati perilaku seperti itu, maka dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang selama ini terpatri kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela negara dan semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar bahkan hampir sirna.
Nilai-nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai dan saling menghormati perbedaan serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang dikenal dengan semangat kebangsaannya sangat kental terasa makin menipis. Selain itu berkembang pula sebuah kesadaran etnis yang sempit berupa tuntutan merdeka dari sekelompok masyarakat di beberapa daerah seperti Aceh, Ambon, dan Papua. Bangsa Indonesia yang dibangun oleh para pendahulu kita lebih dari enam puluh enam tahun yang lalu, dilandasi atas rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu masyarakat adil dan makmur. Rasa kebersamaan tersebut tidak dibangun atas dasar asal usul, suku bangsa, agama, geografi, melainkan rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa yang terjajah ketika itu.
Melihat perkembangan wawasan kebangsaan yang dimiliki anak-anak bangsa seperti itu, apabila dibiarkan maka dapat dipastikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini akan terpecah-pecah, dan pada gilirannya akan memudahkan kekuatan asing masuk ke wilayah kita seperti terjadi pada jaman penjajahan Belanda dahulu.  Ketika itu bangsa Indonesia ditindas, diperas, dan dibelenggu kebebasan hak-haknya oleh Belanda.Dengan semangat persatuan Indonesia bangsa ini kemudian bangkit bersatu  padumengusir penjajah.
         Apabila hal ini kita biarkan terus menerus maka kemungkinan konflik berkepanjangan akan kembali timbul kembali karena mereka hanya mengedepankan sukuisme semata tanpa mengenal wawasan kebangsaaan yang sesungguhnya sangat diperlukan bagi generasi muda di Aceh saat ini. Sebagai contoh sedemikian parahnya wawasan kebangsaan remaja di Aceh apabila mereka ditanya Pahlawan Nasional maka tahunya mereka hanya pahlawan lokal Aceh saja seperti Cik Di Tiro,Teuku Umar,Cut Nyak Dhien, dll dan apabila mereka disuruh menyanyikan lagu Indonesia Raya maka mereka akan menjawab tidak hafal atau tidak tahu tentang lagu tersebut. Dan yang lebih parah lagi ada remaja yang ditanya tentang Negara Indonesia itu dimana mereka tidak mengetahui, bahkan ada yang menjawab Negara Indonesia itu dari Medan (Sumatera Utara) ke arah Timur. Mereka menganggap Aceh adalah Aceh dan Indonesia adalah Indonesia,Aceh bukan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
          

Kesimpulan

       Di Propinsi Aceh sekarang ini kita dapat melihat semangat nasionalisme sebagai bangsa Indonesia semakin lama semakin luntur. Hal itu layak untuk menjadi renungan bagi kita semua. Sebagai bangsa Indonesia, kita berkewajiban membangkitkan kembali rasa nasionalisme. Karena nasionalisme memiliki arti penting dalam melindungi aset bangsa yang tak ternilai harganya. Bukan menyalahkan reformasi namun harus kita akui bahwa sejak saat itu, bangsa Indonesia hingga kini justru malah menjadi bangsa yang semakin tertinggal dari negara-negara tetangga karena jiwa nasionalisme yang semakin memudar. Fenomena seperti belakangan ini seharusnya menjadi tantangan bagi kita bangsa Indonesia untuk lebih giat lagi untuk berprestasi agar dapat bersaing dengan negara-negara lain.
Memudarnya semangat nasionalisme disebabkan oleh berbagai gejolak sosial, seperti melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan, meningkatnya angka pengangguran, kemiskinan, bencana alam, dan konflik-konflik yang merebak diberbagai daerah di tanah air. Demokratisasi yang berlebihan dengan maraknya unjuk rasa yang melewati batas etika dan sopan santun dapat menimbulkan frustasi dikalangan masyarakat dan hilangnya optimisme, sehingga yang ada hanya sifat malas, egois dan, emosional.
Dihadapkan pada situasi seperti ini, menjadi tanggung jawab kita sebagai bangsa Indonesia untuk menggugah semangat untuk bangkit dan mengembalikan rasa percaya diri bangsa.Janganlah merasa menjadi bangsa yang besar kalau kita tidak dapat mengatasi persoalan bangsa ini. Mari kita bangkitkan kembali semangat nasionalisme untuk membangun kembali negeri ini.
Sebagai wujud dari wawasan kebangsaan pada era sekarang ini dapat kita aplikasikan dalam bentuk pengorbanan kesadaran untuk mengedepankan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, golongan, dan daerah, kesediaan dalam berjuang untuk mewujudkan cita-cita bersama, kekeluargaan dan kesediaan untuk menjalani hubungan harmonis antar kelompok masyarakat, bangsa dan antar bangsa yang saling membutuhkan tanpa harus mengorbankan ekstern kultural ataupun kepentingan Nasional .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar